Makishima Shougo: Nilai dari Kehendak Manusia

Makishima Shougo adalah karakter antagonis utama di anime Psycho-Pass season 1. Seorang kriminal yang menentang sistem pengadilan di negara tempatnya berada. Dia punya pandangan bahwa sistem Sibyl adalah sistem yang cacat. Sistem itu “merobotkan” manusia, meniadakan kehendak, mematikan keistimewaan manusia sebagai seorang individu. Jadi, Makishima melakukan serangkaian kejahatan demi membuktikan kecacatan sistem Sibyl.

Makishima sendiri punya kemampuan spesial untuk menjaga angka koefisien kriminalnya tetap di dalam batas aman. Mau dia terang-terangan membantai orang, anggota keamanan ngga bisa berbuat apa-apa karena dia dianggap tidak bersalah oleh sistem. Hal inilah yang bikin dia jadi buronan besar dalam kurun waktu yang cukup panjang.

Pertama kali saya tertarik sama Makishima adalah waktu dia menculik Yuki. Sementara Akane marah dan menuduhnya sebagai seorang penjahat, Makishima menjawab, emangnya standar apa yang kamu pakai buat mendefinisikan kejahatan? Sistem Sibyl? Menurut mereka, aku ini warga negara yang baik lho. Coba aja todongkan dominatormu kalau ga percaya. Tapi kalau menurutmu aku ini jahat, silakan bunuh aku dengan tanganmu sendiri. Dan dia melempar senapan sungguhan ke Akane, memberinya kesempatan untuk bertindak sesuai kehendaknya sendiri. Dan dia melakukan itu semata-mata karena pengen menguji Akane. Bersedia mempertaruhkan nyawa demi membuktikan sesuatu, Makishima emang ngga main-main :)) Sayang, Akane gagal menunjukkan "nilainya".

"I think the only time people really have value is when they act according to their own will."

Apa yang bikin Makishima senakal itu main-main sama emosi manusia? Karena dia engga suka sama sistem negaranya yang memperlakukan manusia seolah hewan ternak. Semuanya hidup makmur dan aman, diberi pekerjaan layak, berkecukupan, tapi kehilangan apa yang membuat mereka jadi "manusia". Ngga bisa berpikir sendiri, ngga bisa bikin keputusan sendiri, semuanya harus tergantung Sibyl. Bahkan mereka ngga diizinkan merasakan emosi berlebihan. Bayangkan betapa mengerikannya hidup seperti itu; dipaksa good-mood terus sepanjang hari, stress dikit langsung jadi incaran polisi. Manusia jadi terbiasa hidup seperti domba—digiring ke sana kemari tanpa punya emosi ataupun kehendak sendiri. Padahal emosi-emosi itulah yang memberi denyut kehidupan pada manusia.

Makishima cuma ingin keluar dari dunia monokrom itu, mencari orang-orang yang punya motivasi dan kehendak yang kuat, lantas memainkan mereka layaknya bidak-bidak catur. Dia ingin negara yang "mati" ini jadi hidup, meski itu artinya melalui serangkaian tindak kriminal. Dia juga ingin membukakakan pikiran masyarakat tentang betapa salahnya sistem yang mengatur mereka.

Kemudian seiring cerita berjalan, kebenaran perlahan-lahan mulai terungkap, dan kita akan menyadari kalau Sibyl itu ternyata lebih buruk dari yang kita bayangkan. Sistem yang berkedok keadilan dan menjamin keamanan seluruh umat, tapi ternyata dikendalikan oleh otak para sosiopat. Dan menurut Touma Kozaburo (salah satu otak Sibyl), Makishima adalah kandidat kuat untuk jadi salah satu bagian dari mereka.

Tapi, Maki tidak tergiur pada kekuasaan. Alih-alih termakan rayuan Touma Kozaburo untuk menjadi abadi dan menguasai dunia, Makishima memilih untuk tetap hidup sebagaimana mestinya. Dia engga mau jadi tuhan, jadi hakim, atau wasit. Yang dia inginkan adalah terlibat dalam permainan bernama kehidupan, bertindak atas kehendaknya sendiri, dan menjadi seutuhnya manusia.

"I love this game that people call 'life' from the bottom of my heart. That's why I'd like to continue to participate in it as a player, forever and ever."

Scene penolakan itu sangat berkesan buat saya karena menunjukkan bahwa Maki bukan orang yang serakah. A true humanist, dia mempercayai hakikatnya sebagai seorang manusia sampai akhir. Yang paling saya suka itu momen ketika dia menghancurkan tubuh artifisial Kasei, melemparkan tatapan maut, sambil bilang...

"Bahkan setelah mendapat kekuatan tuhan, kau masih takut pada kematian?"

PLEASE YA ITU WIN BANGET <3

Makishima pantas-pantas aja bilang begitu, karena dia sendirinya engga takut pada kematian. Di detik-detik terakhir sebelum kepalanya ditembak, dia sama sekali ngga punya penyesalan akan apa yang udah dia lakukan sepanjang hidupnya. Dia begitu tenang dan menerima kematian itu dengan tangan terbuka. Jadi cuma kayak, "Oke, waktuku habis. Cari penggantiku setelah aku mati nanti ya." Bahkan dia sempat tersenyum, tulus seperti anak kecil. Abis itu DORRR. What a smooth, flawless death :)


child-like joy

Meski dia karakter favorit saya, saya terima-terima aja dia mati di penghujung season 1. Mungkin karena Makishima emang bersedia mati di tangan orang yang beneran punya keinginan untuk membunuh, dalam hal ini Kougami. Engga apa-apa. Riwayat singkatnya udah cukup bikin saya suka sama dia. Meski saya bakal lebih seneng kalo dia tetap ada di season selanjutnya sih :"

Menurut Makishima, ngga ada seorang pun yang keberadaannya berarti. Kamu mati pun, akan ada orang lain yang menggantikanmu. Tapi hal itu ngga berlaku buat dirinya sendiri. Karena selepas Makishima pergi, ngga ada orang lain yang bisa menggantikannya :") Saya pun belum nonton season selanjutnya karena jadi agak males ngga ada Makishima xD

Ngga mudah ya menciptakan karakter villain yang kejam tapi bisa menarik simpati yang nonton. But Psycho-Pass nailed it. Terbukti saya kesengsem berat sama Makishima. Tolong ya, dia itu ganteng, cerdas, hot sekaligus cool (?), berkarisma, pandai bicara, kemampuan bertarungnya oke banget. Cara dia berpikir dan bertindak juga logis, selalu berkepala dingin, ngga pernah kebawa emosi.

gak kuat sama tatapannya

Tapi, itu semua cuma poin plus. Yang terutama bikin saya suka sama Makishima adalah pemikiran-pemikirannya. Makishima punya pandangan menarik tentang banyak hal. Dia sangat insightful dan pengetahuannya luas. Seperti halnya dia bikin Kougami, Akane, dan karakter lain mempertanyakan sistem negara mereka, demikian juga dia bikin kita yang nonton mempertanyakan banyak hal dalam hidup kita masing-masing. Pemikirannya menggelitik kepercayaan dan nilai-nilai yang kita pegang, dan memberi perspektif baru tentang hakikat manusia yang sesungguhnya. Oh, dan yang terpenting, dia memberi pemahaman bahwa buku cetak itu lebih bagus daripada e-book :))