A Study in Scarlet

Kemarin beli buku pertama dari seri Sherlock Holmes waktu tanggal kembar. Lumayan, dapet diskon gede :p Yang paling saya suka adalah hard covernya. Bikin buku ini jadi keliatan eksklusif (?) meski tebalnya ngga seberapa.

Seperti yang udah pernah saya bilang sebelumnya, sebenernya saya bukan penggemar cerita-cerita detektif. Selama ini saya ngga tahu menahu soal ceritanya Sherlock Holmes. Bahkan meski udah dibuat versi movienya, saya juga belum pernah nonton. Cuma gara-gara anime Yuukoku no Moriarty, saya jadi tergelitik pengen baca novel aslinya.

Sempet khawatir bakal bingung ngikutin ceritanya. Tapi ternyata alurnya sangat mudah diikuti buat ukuran orang yang ngga terlalu suka cerita detektif macem saya. Kita dikasih liat TKP beserta bukti-buktinya, lalu tiba-tiba BOOM, Holmes udah tau siapa tersangka pembunuhannya. Terlebih kita ngeliat dari sudut pandang Dr Watson yang menjelaskan segala sesuatunya serba rinci. Kita jadi bisa memahami alur pemikirannya Holmes sampe ke akar-akarnya.

Sebelum ini, saya baru pernah baca dua cerita detektif—ceritanya Dupin yang ditulis Edgar Allan Poe dan ceritanya Hercule Poirot yang ditulis Agatha Christie. Dan dua-duanya, meski bagus, tapi bikin saya pusing tujuh keliling karena terlalu banyak menyuguhkan fakta dan detail dan terkesan muter-muter. Apalagi di kasus pembunuhan Roger Ackroyd, itu bacanya bener-bener perjuangan sih XD Kita diajak mengulik satu persatu alibi semua orang, diajak muter ke sana kemari sampe bingung mau jalan ke mana lagi, dan ternyata misteri sesungguhnya terletak persis di tempat kita berdiri semula XD Kocak deh.

Tapi berbeda dengan cerita-cerita tersebut, A Study in Scarlet ini terkesan sangat linier, ngga keluar garis sama sekali. Yah, walaupun flashback latar belakang pembunuhnya agak membagongkan sih. Tapi penyelesaian masalahnya sangat padat dan rapi.

Karena ini buku pertama, di sini banyak dijelaskan tentang deductive reasoning. Tentang alur pemikiran Sherlock Holmes yang ngeliat akibat, terus merunut sebabnya. Kemampuan Holmes yang awalnya keliatan kek manusia super ternyata melibatkan proses penalaran yang metodis dan sangat masuk akal. Mungkin karena kemampuan deduksi itu udah mendarah daging sama dia, jadi kesannya kayak intuisi. Padahal bukan.

Yang paling saya suka dari ceritanya, ya… apa lagi kalo bukan interaksi antara Holmes dan Watson XD Mereka lucu banget. Holmes dengan segala quirk-nya dan Watson dengan rasa penasarannya. Entah kenapa saya ngerasa ceritanya jadi ada sedikit sentuhan personalnya.

Apalagi karakter Sherlock Holmes. Alih-alih membayangkannya sebagai pria Inggris yang udah agak berumur, saya malah membayangkan manusia satu ini,

…dan jadi gemes sendiri.

I mean tingkahnya itu loh, dia cerdas tapi kadang bisa childish banget. Dan mungkin ini random banget, tapi saya cengar-cengir sendiri waktu membayangkan dia merekrut ‘satuan detektif polisi’ yang ternyata bocah-bocah kuprit, dan memperlakukan mereka seolah anggota polisi beneran. Itu lucu banget demi apa :”))

Satu-satunya yang ngeganjel ya itu tadi. Latar belakang pembunuhnya. Tiba-tiba di tengah buku, kita kayak beralih ke cerita petualangan di abad pertengahan (?) dengan belasan tokoh baru organisasi agama. Ngga apa-apa sih, cuma agak lucu aja XD

Cuma ada satu yang belum diungkap sampe akhir cerita; yaitu orang yang menyamar jadi nenek-nenek untuk mengambil cincin pernikahan. Siapa dia, apakah cuma tokoh sampingan yang ngga penting, atau…?

Selesai baca buku ini, saya berniat pengen ngelanjutin serial Sherlock Holmes. Semoga bisa baca semuanya XD