The Song of Achilles
Sebenernya udah lama tau soal buku ini karena sering seliweran di FYP. Baru kemarin, gara-gara nonton film Troy (2004), saya penasaran dan akhirnya memutuskan buat beli buku ini. Denger-denger filmnya melenceng jauh dari naskah asli, jadi saya pengen tau versi yang lebih akurat, yang lebih mirip sama naskah aslinya, Iliad.
Buku ini menceritakan kembali perang Troy, tapi
dari sudut pandang seorang pahlawan yang tidak terlalu terkenal kalau dibanding
Achilles—Patroclus. Yang dieksplor lebih ke arah hubungan mereka berdua. Tapi
justru di sinilah daya tariknya, melihat sisi lain dari seorang Achilles yang
terkenal gagah perkasa. Dan lagi, cerita lama yang dikemas dengan lebih modern?
Letsgoooo.
Anyway, buku ini mengandung unsur LGBT ya guys,
jadi tidak direkomendasikan buat yang ngga suka.
Dan saya... speechless sih abis baca buku ini. Mau kasih empat jempol dulu buat gaya penulisan mba Madeline. Tulisannya ringan, mengalir, semua terasa serba pas, engga berlebihan. Di paruh pertama, chemistry antara Patroclus dan Achilles dibangun dengan baik, ada banyak momen-momen manis yang bikin gemes.
Tapi, Patroclus bucin banget gaes. Kakinya Achilles merah jambu dan mulus dan jenjang dan baunya enak. Dalam kondisi biasa, mungkin saya bakal kayak, apasih Pat lebay amattt :( Tapi berhubung di otak saya Achilles diperankan oleh Brad Pitt, saya ngangguk-angguk aja, setuju. Kebayang wajah gantengnya Brad dan otot lengannya dan perut sixpacknya dan rambut honey blondenya. Iya, Patroclus, iya ngerti kok. Achilles emang manusia terindah di dunia xD
damnnnn |
Paruh kedua, pace-nya jadi lebih cepat, banyak adegan-adegan seru dan menegangkan yang bikin saya bisa nyelesaiin paruh kedua ini dalam sekali duduk.
Berhubung referensi saya dari film Troy, mari kita
bahas perbedaan mendasarnya.
Waktu nonton filmnya, saya skeptis, beneran ini yang
disebut-sebut perang terbesar sepanjang sejarah? Kayaknya cuma beberapa hari
doang dan tidak seheboh yang digambarkan. Tapi di buku, ternyata perang ini
makan waktu sampai bertahun-tahun, bahkan melewati banyak hal yang tidak masuk
di film, kayak wabah penyakit dan pemberontakan internal.
Di film, Patroclus itu sepupunya Achilles, dan Briseis sepupunya Hector dan Paris. Di buku,
Patroclus dan Achilles ngga ada hubungan darah, tapi saling mencintai. Dan
Briseis ngga ada hubungan apa-apa sama Hector dan Paris. Saya ngga tau yang bener yang mana, dan terlalu malas buat memastikan kebenarannya di teks aslinya.
Di film, Odysseus terkesan arif dan bijaksana (?), satu-satunya orang yang bakal didenger oleh Achilles yang punya jiwa pemberontak. Di buku, Odysseus licik dan penuh siasat. Dia bahkan berperan besar dalam membuat perang Troy jadi sebegini heboh.
Terus, yang paling bikin mewek: di film, Patroclus
menyamar diam-diam menjadi Achilles, dan akhirnya mati di tangan Hector. Sore-sore
Achilles santai aja, masih berpikir Patroclus lagi asik main ke manaaa gitu, eh
taunya pulang tinggal jenazah. Di situ, saya simpati sama Achilles. Tapi, tau ngga?
Ternyata, di buku, Achilles tau soal itu dan dia ngizinin Patroclus maju ke
medan perang. Saya ulangi sekali lagi, Achilles mengantar Patroclus ke
kuburannya sendiri! Dia lebih memilih egonya ketimbang Patroclus! ACHILLES!!! TEGA-TEGANYA
KAMU :(((
Kasian loh Patroclus. Dia berdiri di antara dua
pihak. Di satu sisi dia sayang sama Achilles dan pengen Achilles mencapai
kehormatannya sebelum ajal menjemput. Di sisi lain, dia juga ngga mau Briseis
disakiti, dia ngga mau orang-orang Yunani, yang udah dia anggap keluarga
sendiri, semuanya mati hanya karena ego Achilles.
Tapi ngga bisa nyalahin Achilles juga sih. Dia
diramalkan umurnya ngga akan lama lagi, dan satu-satunya yang tersisa, yang
bisa Achilles perjuangkan, cuma kehormatannya. Dan kehormatan itu suatu ketika
dibuang dan diinjak-injak oleh Agamemnon. Wajar Achilles ngambek. Untuk
mendapatkan kehormatan itu kembali, ada harga yang harus dibayar, dan itu
adalah Briseis. Andai Patroclus ngga mencegah Agamemnon menyakiti Briseis,
mungkin Agamemnon bakal kena karma, dia akan membayar semua yang udah dia
perbuat, dan Achilles bisa mendapatkan kembali kehormatannya. Patroclus
mengkhianati Achilles demi Briseis.
Tapi saya kasian juga sama Briseis. Dia
satu-satunya orang waras di keseluruhan cerita.
SALAHIN AGAMEMNON SANA NOH :((( kalo ada seseorang
yang harus mati supaya semuanya damai, orang itu adalah Agamemnon. Dia biang
kerok semua kekacauan ini. Bikin emosi loh :(((
Dan endingnya, aduh ngga ngerti lagi deh. Bantal saya
basah gegara kebanyakan nangis :”)
Yang paling bikin perih adalah Achilles
sepeninggal Patroclus, yang meski masih hidup, tapi jiwanya macem udah mati. Juga
kunjungan Raja Priam untuk meminta jenazah Hector. Juga Patroclus, yang
bertahun-tahun ngga bisa pergi ke afterlife gara-gara keparat cilik bernama
Pyrrhus. Tapi yang paling bikin banjir adalah waktu Patroclus berdialog dengan
Thetis, menceritakan semua kenangannya bersama Achilles, bikin Thetis yang
hatinya sekeras batu akhirnya luluh juga.
Buku ini sukses mengombang-ambingkan perasaan. Berasa
kek naik roller coaster. Ada manisnya, ada keselnya, ada tegangnya, ada
sedihnya.