Flowers for Algernon
(Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dengan judul "Charlie si Jenius Dungu")
Buku ini bercerita tentang Charlie Gordon, seorang "terbelakang" yang dijadikan subjek percobaan untuk membuatnya jadi jenius. Charlie antusias karena mengira kehidupannya akan jauh membaik setelah memperoleh kecerdasan. Ternyata, kecerdasan itu justru membuat dia kehilangan banyak hal dalam hidup; pekerjaan, teman-teman, kebahagiaan. Menjadi seorang jenius justru bikin dia jadi terkucil, menderita dalam kesendiriannya. Sampai akhirnya di satu titik, kecerdasan Charlie mengalami kemunduran drastis, dan pada akhirnya dia kembali menjadi Charlie yang dulu, Charlie yang terbelakang. Lucunya, dengan kehilangan kecerdasannya, dia mendapatkan kembali semua yang udah hilang dari hidupnya.
Beberapa hal yang saya dapetin setelah baca buku ini:
Satu, kecerdasan bukan kunci kebahagiaan. Kadang kita berpikir dengan mengetahui banyak hal, kehidupan akan menjadi lebih baik. Buku ini menggambarkan sebaliknya. Makin banyak kita tahu, makin ngga tenang hidup kita. Udah jauh-jauh Charlie mempelajari berbagai bidang keilmuan, menguasai banyak bahasa, mencoba memahami cara dunia bekerja, tidak ada satu pun yang bikin dia bahagia. Ternyata jawabannya sederhana; kembali menjadi Charlie yang tidak cerdas, kerja semampunya di pabrik roti, ngga memusingkan banyak hal, punya teman-teman yang peduli meski suka mengolok-olok. Kadang-kadang bener: ignorance is bliss.
Dua, pengetahuan emang seharusnya diimbangi dengan kematangan emosional. Kecerdasan Charlie meningkat pesat hanya dalam waktu beberapa minggu, tapi kondisi emosionalnya masih seorang anak kecil. Charlie tidak siap dengan itu semua. Dia menjadi pribadi yang egois, arogan, memandang rendah orang-orang yang tidak sejenius dia.
Tiga, emang ada hal-hal di dunia ini yang ngga boleh dijangkau oleh manusia. Kita ngga bisa seenaknya mengutak-atik apa yang sudah digariskan oleh alam. Seperti kata Fannie, manusia tidak seharusnya 'makan buah pengetahuan'. Udah banyak karya fiksi yang mengangkat tema semacam ini, dan tidak pernah berakhir baik.
Empat, manusia itu kompleks. Saya terkesan sama karakterisasi temen-temen Charlie di pabrik roti; Frank, Joe, dan Gimpy. Awalnya mereka kelihatan cuma memanfaatkan Charlie jadi bahan olok-olokan. Ketika Charlie jadi cerdas, mereka mengusirnya karena ngga ada lagi yang bisa diolok-olok. Apalagi Gimpy, dia takut kecurangannya terungkap oleh Charlie. Mereka jelas bukan orang baik, dan Charlie salah menilai mereka sebagai teman. Ternyata pada akhirnya, merekalah yang maju membela Charlie ketika dijahatin sama orang. Oh, Charlie, dengan kecerdasanmu, kamu menilai teman-temanmu palsu. Sekarang lihat siapa yang datang ketika kamu butuh bantuan. Mereka tidak sempurna, memang, tapi mereka peduli. Rumit, penuh cela, tapi ya itulah manusia.