Les Misérables
(bisa dibaca di aplikasi iPusnas) |
Buku ini bercerita tentang perjalanan seorang mantan narapidana bernama Jean Valjean setelah keluar dari penjara. Sebenernya ngga bisa dibilang narapidana juga sih, mengingat yang dia lakukan cuma mencuri sekerat roti untuk saudara-saudaranya yang kelaparan. Dia dijatuhi hukuman penjara total 19 tahun atas ‘kejahatan’ itu, dan sepanjang masa tahanan, hatinya mulai diliputi kebencian terhadap dunia yang menurut dia tidak adil. Tapi, selepas keluar dari penjara, niatnya untuk membalas dendam pada dunia diruntuhkan oleh perbuatan baik seorang uskup. Jadi alih-alih membalas dendam, Jean memutuskan untuk hidup baik dan menolong orang-orang yang membutuhkan. Tapi, perjalanannya menjadi orang baik tidak semudah itu. Ada orang-orang, peristiwa-peristiwa, yang seakan mencoba menjerumuskannya kembali dalam kejahatan.
Judul buku ini Les Miserables, yang artinya the miserable atau yang ngenes-ngenes. Jadi siap-siap aja di buku ini bakal banyak kisah yang menggiriskan hati.
Yang saya sukai dari buku ini:
Karakter Jean Valjean. Banyak yang bisa diteladani dari tokoh ini. Meski dunia udah memperlakukannya secara tidak adil, jauh di dalam hati, Jean Valjean masih orang baik. Bagian ketika dia ketemu uskup dan menyadari bahwa masih ada orang baik di dunia ini, adalah bagian paling menyentuh hati. Jean, yang awalnya penuh kebencian dan hasrat balas dendam, berubah jadi sosok yang bijak, murah hati, pengampun. Dan prosesnya sangat tidak mudah. Harus melalui pergumulan batin yang hebat, beberapa kali hampir dijebloskan lagi ke dalam penjara, dan melalui banyak kesusahan. Tapi Jean melawan itu semua. Pada akhirnya dia tetap memilih jalan kebaikan, meski itu artinya harus melalui banyak penderitaan.
Kritik sosial. Meski buku ini ditulis lebih dari seabad yang lalu, kayaknya masih banyak hal-hal yang relevan sama zaman sekarang. Tokoh-tokoh dalam buku ini mayoritas masyarakat kelas menengah ke bawah, dan cerita mereka menunjukkan bagaimana orang-orang yang punya kekuasaan lebih tinggi, yang harusnya tugasnya untuk melindungi dan mengayomi, malah menindas mereka yang tidak berdaya.
Javert, karakter antagonis yang bagus. Berdedikasi dan menjunjung tinggi keadilan, tapi ngga mampu melihat lebih dari hitam dan putih. Dia memberi gambaran bagus tentang apa yang terjadi kalau hukum menjadi suatu obsesi dan disalahgunakan. Ketika dibebaskan oleh Jean, dia terguncang, seluruh prinsip hidupnya runtuh, dan Javert yang ngga bisa menerima itu, memilih bunuh diri.
Gavroche. Pahlawan cilik gagah berani. Saya sayang banget sama dia. Tolong. Udah berasa kek ade sendiri. Saya masih ngga terima dia gugur dalam pertempuran :”) Dan kakaknya, Eponine. Dibanding Cosette, jujur saya lebih suka Eponine. Dia naksir Marius, tapi rela ngebantuin dia supaya ketemu pujaan hatinya, sementara dia sendiri mati dan terlupakan. Damn, Marius, bersikap baiklah sedikit ke Eponine -_-
Anak-anak Les Amis. Di tengah-tengah suasana ngenes dan kisah percintaan Marius yang melodramatik, baca kisah mereka yang penuh semangat perjuangan lumayan bikin seger. Tingkah mereka sangat menghibur. Yaa meski ujung-ujungnya ngenes juga sih //nanges
Terakhir, sekaligus yang udah bikin saya jatuh cinta, siapa lagi kalau bukan Enjolras. Saya suka banget sama karakter ini. Dia ganteng, jantan, pemberani, pemimpin. Dia bermimpi tentang revolusi dan meski usaha mereka gagal, dia percaya visinya masih bisa terwujud di masa depan. Karenanya, dia rela mati untuk menggerakkan orang-orang setelah mereka. Enjolras digambarkan sebagai pemuda yang menawan, sekaligus bisa jadi mengerikan. Dia ngga segan-segan 'mengadili' anak buahnya yang membunuh orang tidak bersalah, karena menurutnya, mereka itu pemberontak, bukan pembunuh. Di lain waktu, dia menembak musuh sambil meneteskan air mata. Orang ini bener-bener sesuatu.
Dan yang paling
gemesin adalah hubungan dia dengan Grantaire. Damn, mereka bikin jiwa fujo saya meronta-ronta. Ahem. Masalahnya, Grantaire emang bucin
banget sama Enjolras. Padahal Enjolras semena-mena sama dia. Kasian banget
kamu, Grantaire.
Satu yang saya takutkan, lagi-lagi kematian karakter favorit. Ngeliat karakter Enjolras sebagai pemimpin, saya rada takut kematiannya bakal tragis dan heroik. Saya trauma sama yang beginian, teringat kemarin-kemarin saya nangis seember gara-gara Sydney Carton. Ternyata, tidak setragis yang saya bayangkan. Enjolras terpojok, tapi Grantaire datang dan memutuskan untuk menemani pujaan hatinya menyongsong ajal. Padahal dia bisa aja kabur atau lanjut pura-pura tidur. Dia minta izin Enjolras untuk mati bersamanya. Saat itu, mungkin untuk pertama dan terakhir kalinya, Enjolras tersenyum pada Grantaire dan meraih tangannya.
Dan mereka berdua pun tewas bersamaan.
(dan kalau saya tidak salah mengartikan, mereka mati dalam posisi berpegangan tangan)
Awwww :((( Ternyata tidak sesedih yang saya bayangin. Malah agak manis. Saya lega Enjolras ngga mati sendirian. Saya ikut bahagia buat kalian :”) Kalian bareng-bareng yaaa di afterlife :”)
Yang kurang saya sukai dari buku ini:
Gaya berceritanya tida fokus! Gatau kenapa keknya pak Hugo sering banget keluar dari alur utama, dan nyeritain karakter-karakter sampingan yang sebetulnya ngga perlu kita tau detil riwayat hidupnya. Itu pun saya baca yang versi abridged. Udah banyak banget dipersingkat di sana-sini, meski masih terasa bertele-tele. Ngga kebayang deh kalau baca yang versi unabridged. Denger-denger, versi aslinya yang bahasa Perancis jumlahnya hampir 2000 halaman. Wow.
Romance antara Marius dan Cosette, adalah bagian paling membosankan di seluruh buku. Serius deh. Ngga ada chemistry-nya sama sekali, kayak cuma liat-liatan beberapa detik doang di jalan tiba-tiba jatuh cinta. Dan mungkin emang karakter Marius dan Cosette agak kureng. Dua-duanya menurut saya agak bland. Apalagi Cosette, yang meski kisah masa kecilnya bagus, tapi gedenya malah kayak kehilangan personality. Dia ada sekadar buat jadi “cewe cantik yang bikin Marius tergila-gila” dan tidak punya peran apa-apa.
Terlepas dari itu, saya cukup suka sama buku ini. Banyak part yang menyentuh hati dan alur ceritanya bagus. Paling yaa agak ngantuk dikit kadang-kadang hehe. Tapi ini novel klasik yang wajib dibaca sih. Definitely recommended.